AKU SALAH


Kapan pertama kali kamu melihat bintang jatuh? Entahlah, itu sudah lama sekali. Kalo pun ada, aku takkan bisa melihatnya lagi. Karena sekarang, aku sudah tak bisa menikmati indahnya memiliki mata. Sejak kecalakaan satu tahun lalu itu, mataku terkena infeksi dan terpaksa harus di ambil. Aku tau, ini amat berat bagiku. Menerima kenyataan pahit ini. Disaat aku tumbuh menjadi seorang gadis, aku harus kehilangan salah perhiasaan wanita. Semula aku berontak, mengurung diri dan tak berani bersentuhan dengan lingkunganku, terutama lingkungan kampus. Aku takut, sangat takut jika mereka akan tertawa dan mengolok-olokan keadaanku waktu itu. Aku pun sempat mengakhiri hidupku. Aku mengambil sebuah gelas, lalu ku benturkan gelas itu pada tembok hingga menjadi pecahan gelas tak berguna. Tak ada yang mengerti akan tindakan nekadku waktu.
Aku memegang pecahan gelas itu ditangan kananku dank u persiapkan tangan kiriku itu. Ku arahkan pecahan gelas itu ke tangan kiriku. Setelah merasa kalo pecahan tersebut sudah menempel diatas permukaan kulit pergelangan tangan kiriku barulah aku mulai mengiris urat nadiku itu. Aku tak merasa apapun, mungkin karena aku sudah tak benar-benar merasa mati saat itu. Tak lama, aku tak sadarka diri. Sampai aku terbangun oleh suara tangis disampingku. Suara seorang wanita terisak tangis, dan suara seorang lelaki yang mencoba menghentikan tangis wanita itu. Semakin lama kudengar suara itu, semakin aku yakin kalo suara itu adalah suara Kedua orang tuaku. Aku tak banyak bergerak dan aku tak mau mencoba bergerak. Aku benci kenapa aku tak mati saja waktu itu saat kecelakan 1 tahun lalu. Suara adzan membuat papa dan mama pergi meninggalkanku. Mungkin mereka mau menunaikan ibadah sholat, pikirku. Keheningan mulai terasa, aku pun memberanikan diri menggerakan jari-jenariku. Begitu berat dan kaku. Rupanya gerakan itu terekam juga oleh seseorang.
“Subahanaaloh…terimakasih Allah” ucap seseorang itu. Aku kaget dengan suara tersebut. “Neira, kau sudah sadar? Ini aku Irwan” kata lelaki itu. Aku mencoba mengumpulkan beberapa temanku dalam ingatanku. Aku mencari diantara mereka, seseorang yang bernama Irwan. Sosok lelaki yang selalu terlihat seperti kiyai itu pun muncul dalam pikirannya. “Apakah dia Irwan yang sekarang disampingku?” tanyanya dalam hati. “Syukurlah, aku seudah sadar sekarang Neira” sambung lelaki itu. “Kenapa dia disini?. Aku terus bertanya-tanya dalam hati. “Siapa saja yang sekarang ada disampingku? Apakah Cuma kedua orang tuaku dan Irwan? Atau masih ada yang lainnya?, kalo ada dimana suara mereka? Aku ingin mendengarnya?”. Aku memfokuskan pendengaranku itu, namun tak ada suara kecuali suara isak tangis irwan. “Irwan menagis?”. Aku tak percaya dengan apa yang aku dengarkan. Tak lama, ku dengar juga suara langkah kaki menuju tempat aku berbaring. “Assalamu’alaikum?”. “Wa’alaikumsalam” jawab Irwan dan aku meskipun aku hanya menjawab dalam hati. “Pak, Bu, Neira sudah sadar” lapor Irawan kemudian. “Benar itu nak Irwan?” Tanya Mama tak percaya. “Iya, bu”. Irwan mengiyakan dengan yakin setelah melihat gerakan jari-jemariku tadi. “Suster..suter…”. Mama memanggil suster, untuk memastikan keadaanku sekarang. Selang beberapa waktu, suster dan doketr pun sudah menjegreg di sebelahku. Entah apa yang mereka cek. Suarapun semakin tak jelas saja. Mereka berbicara semua hingga aku tak tau harus  focus pada suara yang mana. Hanya suara “Neira sudah membaik” yang bisa ku dengar dengan jelas. “Alhamdulillah” ucap mereka serempak.
“Oh ya, nak irwan belum sholat magrib kan? “
“Iya, bu. Kalo begitu, saya mohon izin untuk sholat dulu”
“iyah, nak. Musholanya disebelah barat ruang ini”
“Oh iya bu. Terimakasih. “
Suara langkah kaki kembali terdengar di telingaku kini. Entah mengapa setiap suara satu langkah dari alas kakinya itu membuat hatiku bergetar. “Kenapa ini, apa yang aku rasakan sekarang? Dadaku berdegup kencang”. Aku bertanya pada diriku sendiri mengenai suasana hatiku waktu itu. Tiba-tiba saja aku terus mengingat kebaikan dan perhatian lelaki itu yang sempat Neira benci  dulu. Tapi kini kebaikan dan perhatian itu justru seolah menyadarkan Neira bahwa Neira telah salah menilai Irwan. Dia adalah lelaki yang baik. Lelaki yang tulus menyukai Irwan. Dan disela-sela Neira itu, muncul bayangan Reihan. Lelaki yang sekarang sedang berstatus “Berpacaran” dengannya. Reihan adalah lelaki yang Neira suka, meski Neira tak tau apakah Reihan juga suka dengannya. Tapi yang jelas, Reihan pun selalu memberikan perhatian dan saying padanya, meskipun tak sebesar perhatian dan sayang Irwan. Neira tau itu setelah dia tau kalo hanya ada Irwan seorang yang datang menengonknya sekarang.
Aku membiarkan langkahnya berlalu menjauhi dariku. Aku merasa kehilangan, saat itu. Kini suara mama dan papa memecahkan keheningan. “Irwan anak yang baik ya pa?”. Mama meminta pendapat papa mengenai Irwan. “Iya” papa meniyakan. “Bahkan lebih baik dari Reihan” lanjut mama. “Sst..jangan ngomong seperti itu, nanti Neira denger”. Papa mencegah mama menjelek-jelekan pacar Neira. Aku semakin menyesal dengan perkataan mama. Kenapa dulu aku menolak pinangannya. “Neira tau ma, Neira salah pilih. Tapi ma, semua itu Neira lakuin karena Neira ingin dianggap bahwa Neira adalah perempuan hebat yang bisa menakhlukkan cowo idola Neira dan Idola para perempuan di kampus Neira”.
Penyesalan Neira membuat Neira tak bisa membendung rasa bersedihnya. Aku ingin menagis, tapi itu hanya sia-sia karena aku sudah tak punya mata kini. Aku terus menggerakan tanganku kemudian seluruh tubuhku. Aku juga berusaha berbicara. Ternyata setelah aku berusaha, aku pun bisa berbicara juga. “Ma, pa, Ma’afin Neira. Neira tau, Neira adalah perempuan bodoh ma. Neira menolak orang yang baik untuk hidup Neira. Neira menolak Irwan ma. Ma, bila waktu Neira tak banyak lagi, tolong katakana kata ma’af pada Irwan ma. katakana juga, Neira bahagia bisa mengenal Irwan. Terimakasih sudah hadir dalam hidup Neira. Dan Neira cinta sama Irwan ma. Kalo Neira tak bisa bersanding dengan Irwan di dunia ini, Neira akan sabar menunggu Irwan bersanding dengan Neira di akherat nanti.”. Aku berbicara dengan emosi, hingga aku menghiraukan keadaanku sekarang. Jantungku terasa sesak. Semua badanku terasa kaku. Nafasku pun tak bisa ku kendalikan. Aku merasa sangat sakit. Begitu sakit. Aku tertidur lagi sekarang. Tertidur untuk selamanya sampai pangeran Irwan datang membangunkan tidurku.


                    Buah Karya : Dewi Purwati
                    E-mail     : Purwati_dhewi@yahoo.co.id
FB: Dewi Purwati
Twitter: @Dewi507         

Comments

Popular posts from this blog

Fakta dengan Konteks

Istiqomah menjadi seorang istri

Kebohongan Pertama