Harga Umur 75 tahun

Say Hello to Black Jack 1

Karya Ejiro Shimada & Yoh Tokiwa



Toshio Kaneko sekarang dibawah penanganan dokter lain untuk operasi lebih lanjut. Supervisor dipertemukan dengan Kuwazawa, pasien yang meminta diinfus karena merasa badannya akan lebih baik setelahnya. Dia pun menjelaskan bahwa dalam 500 cc infuse mengandung 25 gram glukosa ( gula anggur) atau sama dengan setengah cangkir susu sapi, gizinya 100 kilo kalori. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa hanya di jepang, infuse diberikan kepada pasien tidak kurang cairan. Jadi dia menyimpulkan pemikiran Kuwazawa  adalah sugesti saja. Duo anak magang yang sedari tadi mengamati supervisornya itu, kembali menggosip. Saito heran, supervisornya bisa tersenyum juga di depan pasien dan tidak menyarankan member infus. Lebih lanjut, dia pikir dengan member infuse memang menghaburkan anggaran negara, meskipun pasien hanya dibebani 10% pembayaran atau 100 yen, tetapi 1000 yen nya untuk biaya injeksi. Rumah sakit untung 1000 yen. Dekune justeru lebih memilih untuk tidak mengambil pusing karena honornya hanya 38 ribu yen dan bertanya kenapa Saito tidak bekerja sambilan seperti dulu saja? Saito menolak karena tidak mau mengulang kegagalan piket dulu.

Saito melapor hasil pengontrolan air seni Toshio Kaneko. Supervisor menjelaskan alasannya pasien sekarat tidak langsung dioperasi, karena sudah terlambat. Hanya karena uang, mereka mengiris tubuh Toshio Kaneko. Dia pun mengatakan bahwa profesor sudah mendapat 1 juta yen dari keluarga pasien. Sebetulnya operasi memakan biaya puluhan juta, tetapi berkat adanya sistem asuransi, pengobatan yang harusnya dibayar tiap bulan hanya bayar puluhan ribu yen. Dia pun bertanya pada Saito, “Apakah kamu akan menggunakan uang puluhan juta yen masyarakat hanya untuk memperpanjanag nyawa beberapa bulan nyawa orang tua yang kemungkinan sembuhnya kecil?” Dana itu dikumpulkan dari masyarakat, anggaran pengobatan Jepang skearang 50 milyar yen, 15 tahun diperkirakan 80 milyar yen. Pengobatan sia-sia adalah musuh masyarakat dan jika terus dibiarkan anggaran pengobatan pemerintah bisa bobol. Kembali dia larut dalam kesedihan, teringat kegagalan piket dan perasaan bersalah pada kakek Toshio Kaneko dan keluarganya. Pukul 01.20, denyut jantung terhenti. Dokterpun menjelaskan kematiannya kepada keluarga korban, akibat gagal pernapasan dan jantung, darah jadi kekurangan oksigen sehingga saraf otaknya menjadi rusak. Supervisor kepada Saito kembali membahas larangan dialysis selaput perut untuk mengatasi air seni yang kelihatannya kejam karena sebelumnya sudah ditemui pasien yang sama. Saito pun menebak, “ Anda mau bilang diam dan lihat saja pasien yang akan meninggal?” Supervisor, “benar.”

Tanggal 6 Juli, Saito ke ruangan Toshio Kaneko, mendapati perawat akan membereskan kamar. Dilihatnya janggut tumbuh, seolah meminta diselamatkan nyawanya. Dalam benaknya berkata, “walapun kemungkinan sembuhnya 1%, menghentikan pengobatan dengan alasan apapun tetap salah.” Dia menemui supervisor, meminta pembukaan penanganan kembali untuk Toshio Kaneko. Supervisor menentang karena dianggap pemborosan anggaran. Padahal Saito mengagumi supervisor ketika menangani pasien kali pertama tetapi melakukan operasi walaupun hasilnya sia-sia atau membiarkan pasiennya meninggal. Supervisor hanya menuruti Profesor. Mencemoh Saito sebagai dokter murahan akan merusak dunia kdeokteran masa depan. Saito pun berkeinginan jika dia menjadi profesor akan merubah dunia kedokteran Jepang, ingin melakukan penelitian perasaan dokter terhadap pasien. Dari hasil pembicaraan dengan supervisor, Saito pun mengambil pembukaan kembali.

Tanggal 7 Juli, Saito melakukan dialisis dan transfusi darah pada Toshio Kaneko. keluarganya berkunjung kembali dengan harapan akan hidup kembali. Tetapi meninggal juga. Supervisor menenangkan keluarga korban dan bertanya pada Saito apakah dirinya akan terus menerus seperti itu?

Ditulis: Dewi

Comments

Popular posts from this blog

Fakta dengan Konteks

Istiqomah menjadi seorang istri

Kebohongan Pertama